Oleh: Gunawan Wiradi
Pengantar
Tulisan ini bukan makalah, melainkan sekedar bahan “pembuka diskusi”. Karena itu, susunannya memang tidak sistematis, uraiannya tidak lengkap, dan tanpa acuan eksplisit seperti yang seharusnya. Tujuannya hanya dua: pertama, memberikan “titik intip” (hints) bagi sebagian rekan junior yang “merasa” belum memahami benar teori Chayanov; dan kedua, mengajak semua rekan, baik yang junior maupun (terutama) yang senior, untuk berdiskusi mengenai dua butir pokok, yaitu (a) isu-isu teoretis yang timbul dari proposisi-proposisi Chayanov, yang sampai sekarang tetap menjadi perdebatan, dan (b) relevansi apakah yang dapat dilihat dari teori Chayanov terhadap kondisi pedesaan di Indonesia, khususnya dalam kaitannya dengan pembangunan pertanian/pedesaan.
Apa yang disampaikan dalam tulisan ini sebenarnya hanya mencakup empat hal, yaitu: pertama, beberapa butir alasan mengapa membahas kembali teori Chayanov dianggap penting; kedua, sedikit saja menyinggung segi-segi historisnya, sekedar untuk mengenal dalam konteks apa Chayanov membangun teorinya; ketiga, mengeksposisikan teori Chayanov dengan cara semata-mata hanya mendaftar dan menemptkan proposisi-proposisinya dalam satu kerangka (disertai dengan tabel/skema/grafik, yang akan dijelaskan secara lisan dalam presentasi); dan keempat, ulasan ringka tentang proposisi-proposisinya.
Namun, sebelumnya, perlu dicatat dua butir berikut ini: pertama, tulisan ini dirangkai dari berbagai sumber. Tetapi apa yang dicantumkan dalam daftar bacaan (terlampir), hanyalah bahan-bahan yang diasumsikan sebagai "tersedia/terjangkau” di Bogor (atau di Indonesia), sedangkan yang lain karena diangggap sulit memperolehnya, tak dimasukkan dalam daftar. Kedua, membaca buku yang sama, pemahaman/interpretasi kita masing-masing sudah dapat berbeda-beda. Apalagi, bagi teori yang ditulis oleh orang lain yang bahasanya tidak kita kuasai, maka kita mempelajarinya hanya melalui sumber-sumber sekunder (terjemahan). Lebih-lebih lagi, membaca bahan dari suntingan.
Buah pikiran para pakar yang karya tulisnya banyak tapi terpisah berserakan, oleh orang lain biasanya lalu disunting dengan cara memilih sebagian dari berbagai karya tertulis itu (‘selected writings’), lalu dijadikan satu. Cara pilihan itu sendiri sudah mengandung bias. Penyunting yang satu berbeda dari penyunting yang lain. Faktor-faktor itulah yang menyebabkan persepsi kita mengenai sesuatu teori dapat menjadi sangat berbeda-beda. Itulah pula yang terjadi dengan adanya berbagai kontroversi mengenai teori-teori tertentu (misal: teori Marx, teori Malthus, teori Machiaveli, dan lain-lain; bahkan juga terjadi terhadap buah pikiran R.A. Kartini). Juga, Chayanov!
Mengapa Chayanov?
Pertama, masyarakat intelaktual pertanian di Indonesia pada jaman kolonial sangat mengenal teori Chayanov! Majalah ilmiah LANDBOUW tahun 1926, 1927, dan 1928, memuat perdebatan antara yang pro dan yang kontra teori Chayanov. Pandangan Chayanov banyak mempengruhi pandangan pakar-pakar Belanda (misal Boeke, Vink, dan lain-lain), walaupun sifat dan kadar pengaruh itu tentu saja berbeda-beda. Setelah Indonesia merdeka, sampai dengan dekade 1950-an, mahasiswa dan alumni Fakultas Pertanian Bogor umumnya juga mengenal Chayanov. (Bagaimana sekarang?)
Kedua, setelah nama Chayanov berangsur-angsur “menghilang” selama kurang lebih 40 tahun (sejak dia “non-aktif” tahun 1930), maka ternyata, sejak awal dekade 1970-an, bermunculan kembali tulisan-tulisan yang membahas pikiran-pikirannya. Ini menandai bahwa gagasannya dianggap relevan kembali, khususnya bagi masalah pembangunan di negara-negara berkembang (apalagi setelah melelehnya negara-negara “sosialis” dalam waktu singkat akhir-akhir ini).
Dalam rangka mengembangkan pemikiran tentang “Ekonomi Pancasila”, rasanya janggal jika alur pemikiran "neo-populis”/Chayanovian dianggap tidak ada! (Ingat pernyataan seorang pakar: “Hanya ada dua sistem di dunia, kapitalis dan sosialis!”. Menurut saya, itu keliru).
Ketiga, Chayanov adalah seorang ilmuwan yang perhatiannya multidimensi. Dia tidak hanya menulis masalah ekonomi tapi juga di bidang lain, yaitu sosiologi pedesaan, sejarah, sastra, dan seni. Kalau diperhatikan, teorinya mengenai “peasant economy” itu pada hakikatnya juga mencakup empat dimensi, yaitu ekonomi, budaya, sosial dan politik. Karena itu, teorinya itu sendiri merupakan contoh baik, mencerminkan bagaimana suatu analisis yang pada dasarnya bersifat ekonomi, dapat dipakai untuk mengabstraksikan suatu proposisi yang dapat dianggap sebagai bersifat sosiologis.
Keempat, memang, sekarang ini, teori Chayanov, terutama teori mikronya, sering hanya dianggap sebagai salah satu saja dari beberapa tradisi pendekaran mengenai cara bagaimana masyarakat desa dipandang. Seperti sudah sama-sama kita kethui, di antara berbagai pendekatan itu, terdapat empat macam “mainstream of thught”, yaitu (lihat Shanin, 1971):
(a) Pandangan antropologis yang mewarisi etnografi Barat. Masyarakat desa dilihat sebagai semacam “fosil”, sisa-sisa budaya masa lalu yang tertinggal karena mengalami “culture lag” dalam keseluruhan proses evolusi masyarakat.
(b) Pendekatan budaya, tapi mewarisi tradisi Durkheim, yaitu dilandasi oleh dikotomi dasar: “tradisional/mekanik” vs. “modern/organik”. Kroeber misalnya, memandang masyarakat desa sebagai menempati “posisi-antara”, yaitu “part society with part culture”, dan demikian juga Redfield, terkenal dengan istilahnya “part segment”.
(c) Pendekatan Marxian: memandang masyarakat desa melalui “kacamata” hubungan kekuasaan (power relations), yaitu analisis kelas. Masyarakat desa kini dianggap sebagai sisa-sisa formasi sosial masa lalu (masyarakat “pra-kapitalis”) sebagai kelas yang tereksploitasi dalam keseluruhan struktur kekuasaan yang ada.
(d) Pendekatan neo-populis Chayanovian: memandang bahwa dalam masyarakat desa, struktur sosialnya ditentukan oleh bekerjanya sistem ekonomi yang khas (“a specific type of economy”), yang kuncinya terletak pada bekerjanya mekanisme “Usahatani Keluarga”.
Kelima, ada yang mengatakan bahwa membahas teori Chayanov itu mudah, karena isi teorinya memang sederhana. Mungkin saja itu benar! Tetapi, begitu kita mulai “membahasnya", baik secara kontekstual maupun—apalagi—secara historis, kita akan berkenalan dengan argumentasi, konsep, dan/atau istilah-istilah tertentu yang mau tidak mau akan membawa kita kepada perspektif lain yang lebih kompleks. Paling tidak, jika ditinjau kerangka teorinya secara utuh, itu akan menyangkut apa yang dikenal sebagai “The Agrarian Debate” klasik (1895—1929) yang melatarbelakangi kelahirannya. Pada gilirannya, hal itu menyangkut juga perdebatan kontemporer (1970-an sampai sekarang) yang menandai gejala “the revival of old ideas”.
Dalam perdebatan kontemporer isu-isu yag berkembang dari (atau yang berkaitan dengan) gagasan Chayanov, mencakup antara lain isu tentang “economies of scale”; pasar tenaga kerja; konsep “subsisten”; “peasant behaviour”; konsep “diferensiasi”; konsep koperasi; dan masalah perkreditan.
Keenam, “last but not least”, seandainya saja berbagai literatur mengenai apa yang disebut “The Agrarian Debate” itu dapat terangkau, maka selain pemahaman teoretis, manfaat lain yang dapat kita peroleh adalah tentang metodologi. Mungkin saja di antara metodologi yang dikembangkan oleh mereka ada yang masih asing bagi kita.
Sekilas Tinjauan Teoretis
Seperti telah disinggung di depan, teori Chayanov lahir dari dalam rangka perdebatan selama kurang lebih 35 tahun di Eropa, atau bahkan selama kira-kira 70 tahun jika dihitung sejak adanya “Reformasi” di Rusia pada jaman Tsar, yaitu dihapuskannya “serfdom” pada tahun 1861 (Atiur Rahman, 1986). Sebenarnya, “poros-porosnya" banyak dan isunya pun berkembang dari yang satu kepada yang lain. Namun, salah satu isu utama yang sampai sekarang masih relevan adalah sekitar pertanyaan: “Mengapa, walaupun telah terjadi proses monetisasi dan penetrasi kapital ke pedesaan, masyarakat petani (peasantry) tetap bertahan?” (lihat juga Nasikun, 1990)
Memang, tinjauan historis biasanya tak pernah bisa berhenti, dan akan selalu menerobos jauh ke masa lampau. Tentu saja tulisan ini tidak akan membahas sejauh itu. Cukup kalau di sini dikemukakan beberapa hal saja, (Untuk uraian yang sedikit lebih rinci, lihat G. Wiradi, 1990: 9—12).
Perdebatan yang terjadi sebelum Perang Dunia Pertama, adalah perdebatan antara kelompok “Populis” versus kelompok “Marxis”, menyangkut nasib kapitalisme di Rusia. Dengan “Reformasi” 1816 itu, pemerintah Rusia secara pasti mengambil jalan kapitalisme dalam pembangunan pedesaannya, dengan akibat timbul berbagai perubahan sosial ekonomi. Namun dalam menafsirkan perkembangan baru itu, kedua kelompok tersebut mempunyai pandangan yang berbeda. Perdebatan dalam tahap ini sifatnya masih lebih diwarnai oleh muatan ideologi daripada muatan ilmiah.
Sejak tahun 1882 sampai dengan 1911, pemeritah Rusia melaksanakan survey pedesaan secara mendalam dan teratur. Hasilnya diterbitkan dalam 4000 jilid. Sementara itu, setelah menganalisis data statistik tersebut, Lenin dalam penjara menulis buku, yang terbit pada tahun 1899 dengan judul “The Development of Capitalism in Russia”. Isinya, atara kain, menyanggah pendapat dua orang ekonomi andalan kubu populis (Vozontzov dan Danielson) yang menyatakan bahwa industrialisasi telah menghancurkan kegiatan kerajinan pedesaan, yang bersama dengan pungutan pajak yang dikenakan terhadap petani untuk turut membiayai industrialisasi itu, pada gilirannya justru akan menghancurkan pasar dalam negeri.Di samping itu, isi buku itu menyimpulkan bahwa waktu itu di Russia, kapitalisme memang sudah menunjukkan tanda-tanda melanda pedesaan, yang dicerminkan oleh timbulnya kecenderungan berlangsungnya proses “diferensiasi sosial” (kelas).
Setelah dua orang ekonom tersebut, mayoritas kelompok populis sampai saat itu masih diwarnai oleh pemikir-pemikir yang mendasarkan argumentasinya lebih atas pandangan moral teologis daripada atas penalaran ekonomi rasional. Sementara itu, Chayanov, yang menolak untuk disebut sebagai seorang populis (cap “neo-populis” diberikan oleh ilmuwan kontemporer), diam-diam terus melakukan penelitian-penelitian empiris dan mempublikasikan hasil-hasilnya. Dia juga menganalisis data statistik mikro, tetapi dengan interpretasi yang berbeda dari Lenin.
Perdebatan itu sempat terhenti untuk sementara, karena terjadinya Perang Dunia I(1914—1918) dan revolusi komunis (1917). Pada tahun 1919, Chayanov diangkat menjadi Direktur Institute of Agricultural Economics. Tahun 1923, dia menulis “The Theory of Non-Capitalist Economic System”, dan tahun 1925 menulis “Peasant arm Organization. Dua judul inilah yang kemudian menyebabkan kelompok Chayanov dan anak buahnya itu diberi label OPS (Organization and Production School). Dua karya itu pula yang menjadi pilar utama bangunan teori Chayanov.
Sementara itu di bawah atap yang sama, yaitu sama-sama di dalam satu akademi, ada kelompok Marxist di bawah pimpinan Kritsman yang juga melakukan penelitian-penelitian. Mereka dikenal sebagai kelompok AMS (Agrarian Marxist School). Maka berlanjutlah perdebatan yang lama itu, di antara kedua kelompok tersebut. Dalam tahap inilah (1920—1929), sifat perdebatan itu lebih bersifat ilmiah daripada masa sebelum Perang Dunia II. Pada masa inilah, Chayanov berhasil memberikan pondasi yang benar-benar merupakan “a coherent economic argument”, memperkokoh posisi kelompoknya. (Beda di antara “populis” dan “neo-populis”, lihat Kitching, 1982). Namun akhirnya, ketika Stalin berkuasa dan memaksakan “kolektivitasasi pertanian”, para ilmuwan dari kedua kubu itu ditangkap pada tahun 1930, dan hampir mati semuanya dalam penjara.
Sebenarnya dalam apa yang dikenal sebagai “The Classical Agrarian Debate” itu, sumber masalahnya berawal dari apa yang disebut “The Agrarian Question”. Tetapi dalam tulisan pendek ini, tak mungkin untuk menguraikannya karena agak rumit. Tinjauan historis di atas itupun hanya gambaran kasar secara sekilas sekadar untuk mengenal konteks dan latar belakang lahirnya teori Chayanov tentang “Peasant Economy”.
Teori Chayanov tentang "Peasant Economy"
Seperti telah disinggung di muka, keseluruhan kerangka teori Chayanov itu dibangun atas dasar dua landasan yaitu: pertama, hasil-hasil penelitian empiris selama bertahun-tahun, dan kedua, analisis data statistik makro (1882—1911). Tujuannya jelas menyanggah interpretasi Lenin atas apa yang terjadi di pedesaan Rusia waktu itu.
Dalil dasar yang dipakai Chayanov dalam memberikan argumentasinya adalah sebagai berikut:
(a) “Bangunan” teori ekonomi modern (masyarkat kapitalis) merupakan sistem ekonomi yang rumit, yang (“batu-batanya”) terdiri dari lima kategori ekonomi yang berkaitan satu sama lain secara tak terpisahkan, dan secara fungsional saling tergantung dan saling menentukan (yaitu harga, kapital, upah, bunga, dan sewa). Jika salah satu saja “batu-bata” itu jatuh, seluruh “bangunan” itu runtuh! (Lihat Kerblay, dalam Shanin, 1971).
(b) Setelah melakukan berbagai macam studi empiris, Chayanov melihat bahwa “gambar” masyarakat pedesaan Rusia waktu itu adalah berupa “peasant ownership without hired labour". Petani memiliki/menguasai sarana produksi tanah (tanah, ternak), tetapi tidak ada tenaga upahan. Jadi, tidak ada faktor upah (satu “batu-bata” sudah jatuh). Karena itu,
(c) Teori ekonomi modern (kapitalis) tidak dapat diterapkan untuk meganalisis masyarkat-tani pedesaan. “Peasant society” harus diperlakukan sebagai suatu “sistem ekonomi tersendiri”, atau sistem ekonomi dengan tipe khusus, karena mempunyai “economic rationale” yang sama sekali berbeda.
Dalil dasar itulah yang turut membentuk pendapat Boeke, walaupun Boeke enggunakan dasar-dasar argumentasi yang sedikit berbeda. (Dalam menyusun teori ekonomi dualistiknya, Boeke banyak mengacu pada karya Chayanov tahun 1923; lihat Svein Aass, 1980).
Bangunan atau kerangka teori Chayanov itu secara sederhana dapat dilihat dari proposisi-proposisinya yang penting, yang jika disusun di bawah ini (yang penjelasannya akan diterangkan dengan lisan melalui “transparan sheet” berupa tabel/skema/grafik).
Proposisi-proposisi Chayanov
Pokok:
1. Masyarakat-tani (peasant society) adalah masyarakat pedesaan yang didalamnya tidak ada pasar tenaga kerja dan ekonominya semata-mata terdiri dari satuan-satuan “Usahatani Keluarga”(UK), yaitu usahatani yang tidak menggunakan tenaga upahan, melainkan didominasi oleh tenaga dalam keluarga.
2. 2. UK tidak bersifat “profit maximazation”, melainkan membangun dan menjaga “keseimbangan consumer-labour reatio (CL), dan dengan demikian disebut subsisten. (Kegiatan kerja satuan keluarga tidak ditentukan oleh perhitungan obyektif tentang keuntungan, tetapi oleh penilaian subyektif tentang labour drudgery.
3. 3. Dalam peasant society, bagi semua rumahtangga terdapat jangkauan terbuka terhadap tanah garapan.
Turunan:
4. 4. Besarnya keluarga (family size) mempengaruhi luas tanah garapan.
5. 5. C/L mempengaruhi jumlah jam kerja bagi anggota dewasa (jika C/L naik, jam kerja bertambah, dan dengan demikian output per hektar menjadi bertambah)
6. 6. C/L mempengaruhi produktivitas tenaga kerja (output per tenaga kerja bertambah). Terjadi proses self-exploitation of labour power.
7. 7. Dalam setiap rumahtangga, C/L menentukan nilai total output per kapita.
Makro:
8. 8. Suklus hidup keluarga mempengaruhi kesejahteraan relatifnya. (Karena itu:)
9. 9. Sekelompok keluarga-tani tidak dapat menduduki posisinya dalam satu stratum dalam masyarakat, secara tetap; atau bahkan tak cukup lama untuk dapat mengkonsolidasikan dirinya sebagai suatu kelas. (Artinya yang kaya suatu saat menjadi miskin, dan yang miskin menjadi kaya). Dengan demikian, yang terjadi di pedesaan bukanlah diferensiasi sosial (kelas), melainkan deferensiasi demografis.
Proposisi Implikatif:
(1) Modernisasi peasant society dapat dilakukan dengan cara integrasi vertikal, bukan melalui integrasi horizontal.
(2) Setiap pemaksaan peningkatan modal (misal melalui kredit) yang melampaui titik optimumnya (menurut ukuran subyektif si petani yang berkenaan dengan labour drudgery), akan menjadi bumerang. (Internal economic contradiction).
Ulasan Ringkas
Seperti disinggung di depan, proposisi-pokok teori Chayanov itu ditarik dari penelitian empiris. Dengan demikian, mungkin saja proposisi-proposisi tersebut valid bagi situasi pedesaan Rusia pada jamannya. (Apakah hal itu berlaku juga bagi kondisi pedesaan kita di masa sekarang?)
Dalam konteks masa kini, tiga proposisi pertama itu dapat dipadang sebagai suatu definisi, atau modelling dalam rangka menyusun suatu gambar ideal type. Isu yang timbul sebagai perdebatan adalah, apakah masih sahih mengasumsikan di pedesaan tidak ada pasar tenaga kerja.
Proposisi kedua menggambarkan peasant economic bahaviour. Dua isu timbul sebagai perdebatan. Pertama, menyangkut konsep subsistance, dan kedua, menyangkut segi budaya yaitu sejauh mana perilaku petani tentang labour drudgery masih dominan. Propoisi ketiga hanya berlaku di daerah-daerah yang masih tersedia tanah bukaan (frontier), atau dalam masyarakat di mana terdapat pranata tradisonal yang mengatur pembagian tanah garapan (repartisi komunal) seperti berlaku di Rusia pada jaman Chayanov)
Proposisi (4—7) merupakan turunan saja untuk menjelaskan ketiga proposisi pokok, tetapi sekaligus juga merupakan proposisi operasional yang langsung dapat diuji di lapangan.
Proposisi kedelapan dan kesembilan merupakan rumusan teori makronya, yang memang ditarik ke atas dari teori mikronya. Dalam perdebatan kontemporer, isunya menjadi agak kompleks karena menyangkut teorisasi pada tingkat abstraksi tinggi berkenaan dengan konsep diferensiasi. (Relevansinya terhadap kasus Pulau jawa, lihat Sven Aass, 1980).
Mengenai proposisi implikatif tentang modernisasi masyarakat pedesaan, pada dasarnya menyangkut isu tentang economic of scale. Baik kelompok Marxis maupun aliran kapitalis waktu itu berpendapat bahwa satuan usahatani yang berskala besar dianggap lebih efisien, sedangkan Chayanov berpendapat sebaliknya. Karena itu dia menolak sosialisme-negara yang berusaha menyatukan satuan-satuan usahatani sekala kecil menjadi satuan-satuan skala besar melalui kolektivisasi. (Inilah yang dimaksud dengan istilah integrasi horizontal). Debat klasik tentang hal ini kurang lebih dapat disederhanakan sebagai berikut:
Pertama, penganut teori ekonomi modern (kapitalis), baik Marxis maupun non-Marxis berpendapat bahwa teori tersebut dapat diterapkan untuk menganalisis masyarakat pedesaan. Bagaimanapun, proses kapitalisme akan melanda pedesaan walaupun lambat. (Dalam masa transisi yang lambat itu masyarakat desa dilihat sebagai incipient capitalism represented by petty commodity production). Logikanya, maka karena yang besar itu lebih efisien, akan terjadi dengan sendirinya proses hilangnya satuan-satuan usaha kecil (integrasi horizontal alamiah menurut logika kapitalisme).
Kedua, Chayanov berpendapat bahwa teori ekonomi modern tersebut tidak dapat diterapkan karena peasant society mempunyai economic logic yang berbeda.
Ketiga, kaum Marxis (khususnya Stalin) berpendapat bahwa jika memang benar demikian, sedangkan mereka tetap berpendapat bahwa yang besar itu lebih efisien, maka integrasi horizontal harus diciptakan melalui kekuasaan negara. Chayanov menolak hal ini.
Keempat, karena itu saran Chayanov adalah bahwa untuk memodernisasi masyarakat, yang diperlukan adalah integrasi vertikal, yaitu melalui koperasi yang diawasi oleh negara, (Sayangnya, literatur mengenai konsep koperasi Chayanov ini tidak terjangkau. Dia menulis masalah koperasi pada tahun 1927. Buku suntingan Daniel Thorner 1966 yang menjadi acuan para pakar adalah terjemahan dari Chayanov 1925 dan 1923.
Kelima, implikasi selanjutnya adalah: biarlah usahatani satuan skala kecil tetap hidup, bahkan yang tak punya tanah justru perlu diberi tanah walaupun kecil (land reform).
Teori Chayanov memang dihantam banyak pakar, baik dari kiri (Marxian), maupun dari kanan (neo-klasik). Semula, di antara para pakar di Amerika, hampir tidak ada yang mengauhkan teori Chayanov. Barulah pada pertengahan dekade 1960-an, The American Economist Asociation mendesak kepada Daniel Thorner, dkk, agar karya-karya Chayanov diterbitkan kembali dalam bahasa Inggris (Mengapa?)
Catatan: Substansi proposisi-proposisi itu diambil dari berbagai literatur. Tetapi sistematikanya saya susun sendiri, dengan terutama mengadaptasi dari disertasi Atius Rahman (1986), seorang ekonom Bangladesh.
Penutup
Demikianlah apa yang dapat saya sampaikan dalam diskusi kali ini. Mungkin saja eksposisi ini kurang lengkap, bahkan mungkin kurang “pas”. Justru karena itu, kita perlu berdiskusi yang tujuannya adalah “saling belajar”. Relevansi membahas kembali teori Chayanov terhadap kondisi masa kini dapat ditunjukkan ke dua arah. Pertama, dengan itu kita memperoleh wawasan tambahan dalam usaha antisipasi terhadap perkembangan masyarakat menghadapi PJPT-II. Kedua, menyangkut kegiatan penelitian.Mudah-mudahan tulisan pendek iniada manfaatnya.
Bogor, 7 Juli 1993
Keterangan: tulisan ini dipresentasikan pada acara Diskusi ISI Cabang Bogor. Catatan dari penulis, tulisan ini bukan makalah, karena itu jangan dikutip.
Lampiran
Tabel 1
Tabel 2
Skema Agrarian Debate
Skema Agrarian Question
Skema Diferensiasi Sosial
© Hak Cipta Gunawan Wiradi
JARINGAN
Rabu, 20 Februari 2008
Langganan:
Postingan (Atom)